Selasa, 14 Maret 2017

Shabu Soup, Tempat Masakan Jepang yang “Merakyat” di Kota Malang


Kedai yang mungil dengan mengambil konsep angkringan Jogja. Dok Pribadi
Mendengar masakan dari negara lain ­­­‑apalagi tergolong maju‑, kesan yang kita tangkap: mewah dan mahal. Maka tidak heran bila makanan asing itu berkonsep restoran elit, dan harga yang mahal tersebut adalah hal yang pantas dengan konsep mewah, berkelas, dan bersih.
Namun tidak berarti semua makanan asing tersebut tidak dapat dinikmati masyarakat kebanyakan. Tidak sedikit yang sudah membumi dan harganya cukup terjangkau, seperti hamburger, pizza, spaghetti, ataupun kebab. Walaupun tergolong KW dengan berbagai modifikasi, makanan tersebut mudah dijumpai dan sudah dapat diproduksi lokal baik dari bahan ataupun pembuatannya.

Bagaimana dengan masakan Jepang ? Beberapa masih pada posisi elit, ada juga resto waralaba itu pun masih menyasar kalangan menengah dan tempatnya pun di mal ataupun tempat bergengsi lainnya. Mematahkan anggapan tersebut, hadirlah konsep masakan Jepang yang bisa dinikmati semua kalangan (tak hanya golongan elit). Hal itu bisa di jumpai di kota Malang, yang juga kaya akan tempat kulinernya.

Menu andalan sesuai nama kedainya Shabu Soup. Dok Pribadi
Tempat masakan Jepang yang “merakyat” tersebut adalah Shabu Soup yang berada di Jalan Coklat No.1 kota Malang. Berada pada suatu tempat dengan lahan kosong luas –yang oleh pengelolanya- dikonsep terdiri beberapa tempat nongkrong. Shabu Soup sendiri baru saja dirikan tepatnya 17 Feberuari 2017, namum sudah dapat sambutan hangat dari masyarakat. Tempatnya juga stategis yang berada pada kawasan Jalan Soekarno Hatta yang juga “sarang” para mahasiswa, dan dikelilingi beberapa komplek perumahan. Di kawasan ini pula beterbaran tempat makan (kafe, restoran, warung) dari yang elit sampai yang kaki lima pun ada dengan berbagai jenis makanan dan minuman. 


Menurut pemiliknya Adhitya Rizkiwahana bahwa pilihan menjadikan masakan Jepang ini untuk merakyat, adalah agar masakan Jepang ini bisa dinikmati seperti masakan lainnya seperti hamburger atau pizza yang lebih dulu merakyat. Secara kebetulan juga ia juga pernah tinggal di Jogjakarta sehingga konsep angkringan tersebut ingin diterapkan di kedainya ini. Mengenai nama shabu kita jangan terlalu berpandangan negatif mengarah pada obat-obatan terlarang itu. Shabu dari negara asalnya berarti soup atau sop istilah kita.   

Beberapa nama menu yang tersedia. Dok Pribadi
Maka jadilah Shabu Soup ini dengan tempat yang “mungil”, terdapat enam meja dengan dua kursi per tiapnya. Untuk jam beroperasinya buka setiap hari, Senin-Jumat dari jam 4 sore-10 malam, khusus Sabtu-Minggu dari 2 siang-10 malam. Untuk aktifitas pelayanannya, dikelola bersama sang istri ditambah 2 karyawan untuk membantunya.       
Untuk soal rasa masakan kedainya ini menurut Adhitya bisa dibandingkan dengan yang punya restoran walau tidak sama-sama persis. Semua bahan ia peroleh dari kawasan lokal saja, baik itu bumbu ataupun daging olahan dari ayam atau ikan. Ia mengakui bahwa beberapa masakannya telah dimodifikasi sehingga tidak sama pesis dengan asalnya. Ada beberapa penyesuaian –sedikit- rasa sehingga nyaman bagi lidah Indonesia. Dari semua masakan Jepang yang disajikan itu, ia menjamin kehalalannya sebab tidak memakai dan menghindari bahan yang dilarang oleh agama (Islam).

Aneka Dimsum yang tersedia. Dok Pribadi
 
Beberapa aneka satay. Dok Pribadi
Namanya juga masakan Jepang, nama menu masakannya pun istilahnya “aneh” juga bagi telinga kita. Namun secara garis besar dapat dikelompokkan pada tiga jenis: shabu, dimsum, dan satay. Jika masakan sudah tersaji tampilannya pun tidak asing bagi kita. Beberapa bahkan mirip. Dan untuk rasa memang ada kekhasan tersendiri, berbeda dengan masakan negara kita yang mengandalkan bahan rempahnya.
Untuk urusan harga masih cukup bersahabat dengan kantong kita. Semangkuk shabu seharga 13 ribu, aneka dimsum 7-12 ribu, aneka satay 6-11 ribu. Suatu harga yang tidak jauh beda ketika kita menikmati semangkuk bakso yang lezat. Untuk menikmatinya pun dengan suasana yang santai. Mengenal budaya negara tetangga memang perlu, salah satunya dengan menikmati masakannya tersebut. Caranya cukup praktis dan tak terlalu menguras banyak biaya, kelas “merakyat” sepeti Shabu Soup bisa menjadi pilihannya. Dengan demikian kita tidak asing dengan masakan negeri orang. Dan siapa tahu suatu ketika kita ditakdirkan pergi ke Jepang, dan di saat itulah kita dapat menikmati cita rasa aslinya. Ada keuntungan yang  didapat, kita tidak akan ada “gegar budaya” karena kita sudah pernah menyesuaikannya walaupun tidak sama persis.

Terima kasih kepada viva.co.id atas apresiasinya tulisan ini.        

2 komentar: