Pantai yang jernih dengan latar gunung, pesona tersendiri di Tidore. Foto: nationalgeographic.co.id |
Maluku dengan lebih spesifiknya Tidore dan Ternate adalah
daerah yang tercatat sebagai bagian sejarah Indonesia dari masa lampau yang
perlu diperhatikan. Seperti yang pernah diajarkan pada pelajaran sejarah masa
duduk di sekolah dahulu, Tidore dan sekitarnya merupakan penghasil rempah-rempah
yang ternama. Pala, lada, cengkeh tumbuh begitu subur dan menjadi primadona
saat itu. Komoditi tersebut tidak saja menjadi bahan perdagangan yang
mengiurkan di asia tetapi sampai benua eropa.
Pada awal abad 16 sekitar tahun 1600 bangsa eropa sudah
beranjak pada kemajuan. Rempah-rempah pun hendak mereka cari pada sumbernya.
Beberapa negara seperti Portugis dan Spanyol berlomba mengarungi lautan untuk
mencoba menaklukkan dunia. Begitu berharganya rempah-rempah seperti layaknya
emas pada waktu itu. Pada akhirnya beberapa negara eropa lainnya “ikut-ikutan”
untuk ekspansi menjelajah dunia yang kemudian mengawali adanya kolonialisme.
Kekayaan yang dimiliki Maluku itu seperti dua sisi mata uang
yang saling berkebalikan: anugerah sekaligus “musibah”. Dan rupanya ada bangsa
asing yang ingin menguasai daerah tersebut. Sejarah mencatat Spanyol, Portugis,
ataupun Belanda yang mulanya untuk tujuan ekonomi akhirnya tergoda juga pada
urusan politik yaitu melakukan kolonisasi.
Dan pada akhirnya negeri yang pada mulanya aman sentosa tersebut
menjadi timbul keributan dengan persoalan yang begitu rumit dan kompleks.
Kerajaan Tidore dan Ternate berupaya melakukan perlawanan untuk mengusir bangsa
asing tersebut yang jelas mengganggu dan mau menang sendiri. Dan di lain waktu
dan sisi, Tidore dan Ternate karena faktor politik dan adu domba dari penjajah
terlibat saling serang. Tentu yang rugi rakyat Maluku sendiri karena sesama
anak bangsa saling bertikai. Pada akhrnya Spanyol, Portugis, atau Belanda dapat
dihalau dengan usaha yang susah payah yang banyak menimbulkan korban.
Dan pada akhirnya seperti yang sudah kita lihat saat ini kondisi
Maluku termasuk juga Tidore sudah tidak ada gangguan dari bangsa luar, dan
bersama dengan saudara sebangsa yang lain untuk berada pada naungan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kondisi ini patut disyukuri. Tidak ada
gangguan lagi dari pihak luar yang menggerogoti kekayaan alam yang melimpah
tersebut. dengan kondisi damai tersebut maka kiranya Tidore untuk berbenah diri
mengenalkan potensinya lebih luas lagi. Visit Tidore Island perlu dikembangkan lagi.
Mengenang Tidore
untuk disinggahi
Jika Zaman dahulu Spanyol, Portugal, atau Belanda begitu getol dengan Tidore sampai akhirnya
“terusir” juga. Itu adalah sebuah kenangan sejarah yang tidak mungkin terhapus,
Tidore memang layak untuk “diperebutkan”. Dan untuk kondisi saat ini memang
kondisi Tidore kurang “perhatian” baik oleh pedagang yang mencari komoditas
unggulan, terlebih lagi oleh para turis baik lokal ataupun domestik.
Melihat dari jejak sejarah tersebut Tidore saat ini bisa
dikemas lebih baik lagi untuk dapat perhatian lebih baik lagi. Banyak potensi
yang bisa dikembangkan untuk menarik perhatian itu. Tidak hanya turis tetapi
juga kalangan lain seperti investor ataupun sejarawan.
Benteng Tore adalah saksi bisu jejak bangsa asing yang ingin menguasai Tidore. Foto: kompas.com |
Peninggalan situs bersejarah. Ada beberapa jejak yang
ditinggalkan pengelana bangsa asing seperti benteng Tahula dan Tore misalnya. Semua jejak sejarah itu bisa di kemas dengan
wisata sejarah tempo dulu. Dan bangunan sejarah tersebut bisa menjadi saksi bisu bahwa segala keelokan Tidore mampu mempesona bangsa lain, bahkan berusaha menguasainya. Dan bila semua diceritakan secara runtut dan kronologis itu akan lebih menarik, selain dapat mengenal
sejarah masa lalu juga arena pembelajaran memperkaya referensi untuk keadaaan
yang lebih baik.
Di lain sisi, begitu kuatnya keinginan bangsa eropa mengunjungi Tidore dan sekitarnya seperti yang diberitakan Kompas.com, pencarian jejak sejarah di Tidore telah dibuatkan film dokomenter The Odyssey of Spices oleh kru
yang datang langsung dari Spayol. Sebuah film yang mengisahkan sejarah
kehadiran bangsa Spanyol dan Portugis pertama kalinya oleh penjelajah
Fernando de Magelhaens dan Juan Sebastian Elcano di Kepulauan Maluku
pada abad 16 dalam pencarian rempah-rempah. Suatu bukti bahwa Tidore merupakan suatu daerah yang diperhitungkan pada masa tersebut.
Warisan budaya. Sejak zaman dahulu Tidore sudah ada
pemerintahan sendiri yaitu kesultanan Tidore yang dipimpin sultan. Masa
keemasannya pada masa awal abad ke-16 sampai abad ke-18 yang dapat menguasai
sebagian besar Pulau Halmahera selatan, Pulau Buru, Pulau Seram, dan
pulau-pulau di pesisir Papua barat. Sampai saat ini Kesultanan Tidore masih
tetap berdiri dan terdapat pula kratonnya walaupun tidak memiliki wewenang
pemerintahan seperti yang ada di Jogjakarta. Betapapun juga keberadaan Kesultanan
Tidore tersebut merupakan khazanah kekayaan sosial budaya yang perlu
dilestarikan dan menjadi daya tarik tersendiri. Kekayaan budaya lain seperti adat istiadat, kuliner, pakaian dan lainnya mempunyai identitas tersendiri seperti juga daerah lainnya. Dan Tidore kaya akan hal tersebut yang bisa di eksplorasi lebih dalam lagi.
Kekayaan alam. Adanya rempah-rempah merupakan kekayaan
tersendiri yang merupakan anugerah bagi Tidore. Jika bangsa eropa begitu getol
menguasai kekayaan alam itu, maka pada kondisi saat ini bisa dipakai oleh para
investor untuk mengembangkan usaha. Kembangkan rempah-rempah yang ada di Tidore
untuk bisa di distribusikan ke seluruh nusantara bahkan syukur-syukur bisa
ekspor. Pemerintah pusat, provinsi, dan daerah harus bisa sinergi. Jangan
sampai menjadi berita yang ironi seperti yang dilansir detik.com bahwa cengkeh
pun saat ini masih perlu impor.
Keindahan alam. Sebagai negara kepulauan tentu wilayah
pesisir menjadi andalan wisata. Tidore juga dikaruniai pantai yang indah
seperti Pantai Cobo dan Pantai Akesabu yang layak untuk disinggahi. Kelebihan
dari pantai ini adalah terdapat pemandangan gunung dan ataran tinggi lainnya,
sehingga dapat berwisata dua sekaligus: gunung dan pantai.
Itulah berbagai potensi Tidore yang layak diangkat ke pentas
yang lebih tinggi. Dukungan semua pihak perlu disinergikan baik dari pemerintah
ataupun swasta. Cukup “mubazir” bila semua potensi Tidore itu berlalu begitu saja. Cara yang termudah sebenarnya adalah memperbaiki dan menyiapkan infrastuktur
yang ada. Penyediaan bandara dan pelabuhan yang mumpuni adalah sebuah
keharusan. Jika infrastruknya sudah bagus maka tingkat kunjungan akan
bertambah. Dan dengan demikian dengan kemudahan dan kenyamanan tersebut maka
biaya perjalanan menuju Tidore dan sebaliknya akan lebih terjangkau.
Dan jika Tidore bisa ramai maka ekonomi maka ekonomi akan
bergeliat, baik tingkatan lokal ataupun nasional. Sudah saatnya pengembangan
potensi terutama wisatanya memperoleh tempat di hati masyarakat Indonesia.
Sehingga semua orang berkeinginan untuk mengunjunginya demikian pula dengan
saya pribadi ingin mengeksplorasi secara langsung, dan semoga hal itu dapat
terwujud.
Tidore emang keren banget. Pengen sekali berkunjung ke pantai pantainya seperti Maitara yang ada di uang kertas pecahan 1000 rupiah, lalu berenang sambil liat ikan ikan dan trumbu karangnya, pasti seru banget. Btw moga sukses ya artikelnya ^_^
BalasHapusAmin mas...Penasaran juga pada masa lampau bangsa eropa yang ingin menguasainya, tentu Tidore dan sekitarnya mempunyai daya tarik tersendiri.
HapusYou can use strategies similar to Entropay, Skrill, ecoPayz, Neteller, PayPal, Visa, Instadebit, iDebit, eCheck, Direct Bank Transfer and ACH. If you've made massive payouts, be sure to|make sure to|remember to} increase your limits by the identical quantity. As in some other 인터넷카지노 casinos, ZodiacBet emphasizes accountable playing by providing participant protection options. Match 5 high-paying symbols and earn 2500 cash per betting line.
BalasHapus