Candi Sumberawan ada yang mengatakan Stupa Sumberawan yang didirikan sebagai tempat pemujaan dengan di sekelilingnya terdapat mata air. Dok pribadi |
Air adalah sumber kehidupan bagi makhluk hidup di
muka bumi ini. Baik itu bagi tumbuhan, hewan, terlebih manusia. Manusia bisa
bertahan dengan tidak makan, namun tidak halnya dengan minum. Betapa pentingnya
air dan itu suatu bentuk anugerah bisa mendapatkannya. Orang rela berjalan
berkilo-kilo untuk sekadar mendapatkan satu atau dua ember, seperti yang
terjadi di daerah yang kekeringan.
Air yang mengalir tentu ada sumber pertamanya. Di
daerah tropis seperti Indonesia mata air merupakan penyumbang keberadaan air di
permukaan yang kemudian membentuk sungai yang akhirnya bermuara ke laut. Tidak semua daerah dapat
memancarkan mata air dengan deras. Air seakan memancar langsung dari tanah,
tampak bening dan menyegarkan. Situasi mendekati bayangan surga seperti yang tertulis
di kitab suci.
Kondisi yang penuh “keajaiban” itu bisa kita
lihat di Dusun Sumberawan Desa Toyomarto Kecamatan Singosari Kabupaten Malang. Dari
beberapa tempat sumber air memancar deras dari dalam tanah yang kemudian
mengalir ke sungai kecil, dan sisanya menggenang membentuk telaga. Di sekelilingnya
begitu hijau dengan berada di kawasan hutan yang dikelola Perhutani dan lahan
pertanian warga. Pepohonan hijau tumbuh liar disekitarnya. Kesan teduh dan
menyejukkan begitu berasa berada di tempat ini. Suatu tempat yang eksotik, yang
menjaga wajah kealamiannya tanpa “make up”
yang berlebih apalagi menor.
Kawasan sumber air ini bertambah istimewa sebab
berdiri bangunan bersejarah yang populer dengan nama Candi Sumberawan dan ada
yang menyebutnya Stupa Sumberawan. Seperti penjelasan wikipedia candi ini
merupakan peninggalan Kerajaan Singosari, pendapat lain menyatakan didirikan periode
Kerajaan Majapahit pada abad 14 dan 15. Saat ini kawasan candi ini di bawah
naungan Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur. Candi Sumberawan tidaklah
begitu besar dibuat dari batu adesit dengan ukuran panjang 6,25 m, lebar 6,25
m, dan tinggi 5,23 m. Restorasi pertama dilakukan zaman kolonial Belanda tahun 1937.
Pintu masuk menuju kawasan candi. Lalu menuju pos untuk mengisi buku tamu. Dok pribadi |
Setelah restorasi seperti yang terbentuk saat ini, beberapa batuan lagi belum tersusun sempurna. Dok pribadi |
Sayang candi ini tidak pada posisi utuh masih ada
beberapa bagian batu lagi yang masih mencari bentuk. Disinyalir beberapa bagian
batu yang lain belum ditemukan ataupun -bisa jadi- hilang dalam perkembangan
sejarahnya dulu. Menurut keterangan para ahli, dengan corak stupa maka
menunjukkan latar belakang keagamaan yang bersifat Buddhisme. Tidak seperti candi yang lain, stupa di Sumberawan
ini tidak memiliki tangga dan bukan tempat menyimpan benda suci. Maka
diperkirakan candi ini didirikannya untuk tujuan pemujaan.
Sebagai peninggalan sejarah tentu kita bangga, hal ini menunjukkan nenek moyang kita dahulu sudah berkebudayaan tinggi. Sumber mata air yang ditemukan itu dirawat dengan baik, dan tidak jauh dari situ dibuatkan bangunan candi. Kearifan lokal pun terpelihara. Keberadaan candi ini dipercaya sebagai alat untuk mengubah mata air dibawahnya menjadi air kehidupan atau air suci, amerta dalam bahasa sansekerta. Air yang meluber itu membentuk telaga, yang beberapa bagian tersekat dengan pembatas yang sengaja dibangun. Air yang melimpah ini juga dipergunakan sebagai pengairan persawahan serta bahan baku air yang dikelola PDAM Kabupaten Malang.
Kawasan Candi Sumberawan tidaklah terlau luas, sebagai pembatas dipagari kawat berduri di sekelilingnya. Di dalamnya terdapat taman yang ditata rapi dan terawat dengan candi berada di tengahnya. Di dalam kawasan candi setidaknya ada dua mata air dengan dipercantik bangunan yang bisa dipakai untuk pemanfaatan airnya. Bisa sekadar untuk membasuh muka. Dan di lain sisi dipakai untuk ritual yang tampak ada kembang dan sesaji di sekitarnya. Masih di kawasan candi terdapat pancaran mata air di sekitar taman walau debitnya kecil. Dan di luar kawasan yang dipagari terdapat mata air yang memancar deras yang kemudian mengalir ke sungai kecil dan membentuk telaga.
Bersebelahan kawasan wisata baru
Di awal tahun 2016 saya mengunjungi kawasan ini.
Suasananya sunyi dan sepi, maklum Candi Sumberawan memang tidak dikhususkan untuk dijadikan tempat wisata
komersil. Mengunjungi candi ini lebih karena ada aspek kesejarahan sama seperti
Candi Singosari yang jaraknya sekitar 6 Km dari Candi Sumberawan. Saya kunjungi
kembali tempat ini awal September lalu, yang ternyata sudah ada kawasan wisata
bersebelahan dengan kawasan candi yang diberi nama Kampoeng Wisata Sumberawan. Tempat ini mulai dioperasionalkan sekitar bulan September 2016.
Pintu gerbang Kawasan hutan pinus yang difungsikan sebagai wisata alam kerja sama Perhutani dan LKDPH Toyoarto, letaknya bersebelahan dengan Kawasan Candi Sumberawan. Dok pribadi |
Kawasan wisata yang masih wilayah Perhutani, yang
kelola bersama Perhutani dan Lembaga Kemitraan Desa Pengelola Hutan (LKDPH)
Desa Toyomarto. Sebuah kawasan wisata dengan membangun beberapa hiasan di sekitar
jajaran pohon pinus. Tujuannya seperti kawasan milik Perhutani yang lain, diberdayakan
untuk wisata alam sekaligus berfoto ria yang se-Instagramabel
mungkin. Tampilannya masih sangat sederhana tetapi lumayan bagi yang suka
berfoto, disamping mengunjungi Candi Sumberawan. Tempat ini juga bisa dipakai
untuk berkemah setelah terlebih dahulu mengajukan izin di kantor Perhutani yang
berada di Kota Malang.
Hutan pinus yang dihiasi untuk bisa dipakai sebagai latar berfoto. Dok pribadi |
Ada kemajuan layanan dengan bertambahnya lokasi
wisata ini. Parkir kendaraan lebih tertata, dengan memanfaatkan lahan milik
warga. Memasuki kawasan ini dikenakan biaya 5 ribu rupiah yang termasuk
asuransi didalamnya. Untuk memasuki kawasan Candi Sumberawan akan melalui
kawasan baru ini. Sedangkan masuk ke area Candi Sumberawan sebenarnya tidak
perlu membayar, hanya mengisi buku tamu dan mengisi “kas” seikhlasnya. Jam buka
kawasan candi ini 7.30-16.00.
Cara menuju
lokasi
Bagaimana akses menuju lokasi Sumberawan yang
terdapat candi bersejarah dan sumber mata air ini? Untuk akses jalan sebenarnya
tidaklah begitu buruk. Masih masuk dari jalan utama Malang-Surabaya melalui
jalan umum yang sudah beraspal. Namun untuk menuju lokasi masih melalui jalan
kampung yang kondisinya masih berbatu. Untuk kendaraan roda empat masih bisa dilalui
dengan tidak sisipan. Menuju ke lokasi Candi Sumberawan memang lebih nyaman
mengunakan kendaraan pribadi. Kendaraan umum banyak melewati jalan utama jalur
Malang –Surabaya, hanya untuk masuknya jarang kendaraan umum yang lewat.
Terus bagaimana pengunjung dari luar kota. Tidak
perlu khawatir. Jika melalui jalur udara bisa turun di Bandara Abdulrachman
Saleh Malang, sedangkan untuk kereta api turun di Stasiun Malang. Jika naik bis
dari arah Surabaya bisa turun di Singosari, jika dari arah selatan bisa menuju
Terminal Arjosari di lanjut angkutan jurusan Lawang dan turun di Singosari. Untuk akses jalur udara ataupun kereta api
sudah banyak tersedia, untuk lebih mudahnya bisa memesan secara online di tiket.com. Demikian pula bila
memerlukan penginapan dapat reservasi di tiket.com, tersedia yang tipe budget sampai yang berbintang. Terdapat beberapa promo dan paket hemat lainnya.
Jalan masuk dengan penanda gapura. Masih sekitar 500 meter lagi untuk sampai di lokasi. Dok pribadi |
Jika tidak ingin ribet urusan angkutan kendaraan menuju lokasi Sumberawan bisa
memesan melalui layanan berbasis applikasi (sepeda motor dan mobil). Jika ingin lebih
santai lagi dapat memesan sewa mobil selama 12 jam atau lebih (termasuk supir) melalui
tiket.com. Dengan cara ini selain dapat mengunjungi Kawasan Candi Sumberawan, jika
ada sisa waktu bisa berkelana ketempat wisata lain di Malang Raya yang tersebar
di beberapa titik.
Biarkan jadi
surga tersembunyi
Kawasan Candi Sumberawan adalah tempat sejarah,
yang juga terdapat sumber mata air di sekelilingnya. Dan biarkanlah kawasan ini
dikunjungi oleh “pengunjung khusus” yang peduli akan kelestarian sejarah dan
alam. Di sana kita akan belajar bagaimana nenek moyang kita menghargai alam dan
memperlakukannya dengan semestinya. Saya merasa kawasan ini tidak cocok dijadikan
tempat wisata komersil. Tempatnya yang terpencil dan bukan tempat wisata utama
membuat Candi Sumberawan cukup “aman” demikian pula dengan mata airnya dari
serbuan wisatawan.
Tampak telaga yang luas di sekitar kawasan Candi Sumberawan. Dok pribadi |
Menjadikan kawasan yang alami dengan teduh, asri,
dan dan bersahaja adalah nilai lebih di era modernisasi ini. Masih mendengarkan
kicauan burung, serta gemercik air adalah kedamaian tersendiri. Apalagi melihat
air yang mengalir jernih dari sumber utamanya adalah pengalaman yang tidak
setiap saat bisa terlaksana. Kita perlu juga belajar dari ruang sunyi bagaimana
memperlakukan alam secara bijak, seperti yang dilakukan nenek moyang kita
dahulu yang jejaknya bisa kita lihat sampai saat ini. Generasi saat ini dan
mendatang perlu diwariskan sesuatu yang bersifat adiluhung.
Mengeksploitasi alam secara berlebihan tentu
tidak baik apalagi hanya urusan ekonomi semata. Ketika tempat menjadi ramai
maka sesuatu yang berbau komersil akan timbul dengan sendirinya. Kawasan Candi
Sumberawan dan hutan disekitarnya yang asri -bisa jadi- akan terancam
keberadaannya. Dan lebih celaka lagi bila sudah mengancam keberadaan sumber
airnya. Kita berharap Candi Sumberwan dan mata airnya terus dapat berdiri
berdampingan dengan lestari. Semoga kesadaran pentingnya air itu tumbuh walau
keberadaannya melimpah, sehingga bisa menjaga dan merawatnya. Sepertinya Sumberawan
tidak perlu perhatian lebih dengan banyaknya wisatawan jika dimaksudkan hanya
urusan komersil, sedikit lebih berarti dengan menjadi pengunjung yang
bertanggung jawab.
Wah,aku pernah sekali ke sana pas ada acara yoga for everyone. Tempatnya teduh banget dan cocok buat yoga atau meditasi :D
BalasHapusDan mudah-mudahan tempatnya selalu terjaga...tidak perlu wisatawan yang banyak :)
Hapus